This is your new blog post. Click here and start typing, or drag in elements from the top bar.
 
Picture
Pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan tidak menentukan batasan waktu untuk tanggap bencana letusan Gunung Merapi.

"Terkait dengan upaya penanggulangan bencana Merapi, kami belum menentukan batasan waktunya," kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X di Posko Utama Penanggulangan Bencana Merapi di Pakem, Sleman, Rabu (27/10).

Langkah tersebut diambil karena pemerintah menunggu analisis dan kajian dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta yang berwenang memberikan rekomendasi mengenai status Merapi.

Sementara itu, jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi pada Selasa (26/10) petang bertambah menjadi 30 orang, lapor wartawan BBC Sigit Purnomo dari Yogyakarta.

Ingin pulang
Empat korban meninggal hari Rabu, kata Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Dr Sardjito, Trisno Heru Nugroho, seperti dikutip kantor berita Antara.

Namun sebagian pengungsi di barak-barak yang terletak di Pakem sudah ingin pulang karena kondisi di pengungsian serba terbatas

Sigit Purnomo

Menurut dia, penyebab utama meninggalnya keempat korban tersebut adalah akibat luka bakar serius.

Gunung Merapi meletus dan memuntahkan awan panas sejak Selasa sore.

Sedikitnya 14.000 warga penduduk di sekitar Gunung Merapi yang terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut mengungsi ke tempat-tempat yang lebih aman. Salah satu kamp terbesar adalah di kawasan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Namun sebagian pengungsi di barak-barak yang terletak di Pakem sudah ingin pulang karena kondisi di pengungsian serba terbatas tetapi mereka harus tetap tinggal di pengungsian karena status Gunung Merapi belum diturunkan," kata wartawan BBC Indonesia, Sigit Purnomo di Pakem.

Sebagian warga sempat kembali ke kampung halaman pada siang hari guna melihat rumah dan ternak mereka tetapi mereka tetap menginap di pengungsian.

 
Picture
Jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi pada Selasa (27/10) petang bertambah menjadi 29 orang,
kata pejabat rumah sakit di Yogyakarta.
Wartawan kami di Yogyakarta, Sigit Purnomo, melaporkan bahwa lebih 40.000 orang warga di sekitar gunung berapi itu kini tinggial di tempat pengungsian yang tersebar di sejumlah daerah di Kabupaten Sleman, DIY.
Empat korban meninggal hari Rabu, kata Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Dr Sardjito, Trisno Heru Nugroho, seperti dikutip kantor berita Antara.
Menurut dia, penyebab utama meninggalnya keempat korban tersebut adalah akibat luka bakar serius.
Gunung Merapi meletus dan memuntahkan awan panas sejak Selasa sore (26/10).
Menurut wartawan kami, intensitas kegiatan Merapi terlihat mulai menurun dan sejumlah warga yang mengungsi menyatakan keinginan untuk kembali ke rumah mereka untuk melihat ternak mereka.
Seorang pengungsi pria mengatakan dia tidak bisa berlama-lama di pengungsian karena urusan makanan kambing dan lembu piarannya.
Hal yang salam diutarakan pula oleh seorang wanita yang mengatakan bahwa terlalu lama di tempat pengungsian akan membuat tidak betah.
"Mudah-mudahan aman-aman saja supaya bisa pulang ke rumah," kata wanita tersebut.
Sementara itu, Palang Merah Indonesia (PMI) mengirimkan bantuan untuk korban letusan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah serta korban tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat.
Sedikitnya 14.000 warga penduduk di sekitar Gunung Merapi yang terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut mengungsi ke tempat-tempat yang lebih aman. Salah satu kamp terbesar adalah di kawasan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mengenai penanganan korban, pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak menentukan batas waktu untuk tanggap bencana letusan Gunung Merapi.
"Terkait dengan upaya penanggulangan bencana Merapi, kami belum menentukan batasan waktunya," kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X di Posko Utama Penanggulangan Bencana Merapi di Pakem, Sleman, hari Rabu.

Post Title.

10/27/2010

 
Rabu, 27 Oktober 2010 , 08:16:00
Sempat Hilang, Mbah Marijan Selamat
Kinahrejo Hancur Lebur


SLEMAN - Buummm. Gunung Merapi benar-benar meletus. Erupsi yang terjadi pukul 17.02 kemarin (26/10) itu meluluhlantahkan kawasan di sekitarnya. Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, hancur lebur. Pohon-pohon tumbang karena tertimpa abu vulkanik dari letusan. Rumah juru kunci Gunung Merapi Raden Ngabehi Surakso Hargo alias Mbah Marijan rata dengan tanah.

Hingga tadi malam, belum diketahui keberadaan Mbah Marijan. Wartawan Radar Jogja (Grup JPNN) Azam Sauki Adham yang berhasil menjangkau kompleks rumah Mbah Maridjan sekitar pukul 22.30, melaporkan, menemukan lima mayat dalam kondisi hangus. Satu mayat berada di dekat mobil APV dengan pelat nomor polisi AB 1053 DB. Sedangkan di dalam rumah ditemukan empat mayat.

Salah satu mayat itu diduga wartawan Vivanews Yuliawan Wahyu Nugroho. Tiga mayat lainnya diduga tiga wartawan dari media asing. "Tadi (sebelum letusan merapi), kita melihat ada wartawan (Vivanews) yang membawa tiga wartawan asing," jelas seorang warga.

Tebal debu vulkanik di sekitar rumah Mbah Marijan mencapai sekitar lima centimeter. Kondisi Mbah marijan belum diketahui. Namun, keluarganya sudah mengungsi di barak pengungsian.

Kabar keberadaan Mbah Marijan baru diketahui tengah malam. Tim evakuasi menemukan juru kuncen Gunung Merapi itu di dekat rumahnya dalam keadaan lemas.  anggota TNI, Kolonel (Laut) Pramono di lokasi pengungsian di Hargobinangun, Sleman menceritakan, Mbah Maridjan selamat, tapi dalam kondisi lemas.Pramono merupakan salah satu personel tim evakuasi yang ikut menyisir rumah Mbah Maridjan sejak kemarin (26/10) pukul 22.00 WIB tadi. Hingga tadi malam pukul 00.30, Mbah Marijan masih berada di lereng gunung dan belum bersedia turun. (uki)
 
Jemput Mbah Maridjan, Editor VIVAnewsTerjebak Posisi terakhir Mbah Maridjan di Masjid dusun Kinahrejo, Cangkringan, Sleman. Selasa, 26 Oktober 2010, 20:59 WIB Suwarjono Mbah Maridjan (kanan) bersama Jusuf Kalla (Antara/ Saptono) BERITA TERKAIT Wartawan VIVAnews.com Yuniawan Nugroho diduga terjebak di lokasi dekat kediaman Mbah Maridjan, Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
Dugaan tersebut disampaikan Agus, asisten Mbah Maridjan, kepada VIVAnews.com, pukul 20.30 WIB, Selasa, 26 Oktober 2010.
"Tadi Yuniawan dan Tutur, aktivis PMI Bantul Yogyakarta, berada di atas (Kinahrejo). Awalnya sudah sempat turun bersama saya, kemudian naik lagi ke atas," kata Agus.
Diceritakan Agus, Wawan, panggilan Yuniawan, sempat turun bersama keluarga Mbah Maridjan tak lama setelah sirine tanda letusan Merapi mengaum. Akan tetapi, setelah sampai di tempat aman, Yuniawan bersama Tutur berinisiatif naik lagi untuk menjemput dan memaksa Mbah Maridjan turun mengungsi ke lokasi aman.
Posisi terakhir Mbah Maridjan diketahui berada di masjid yang terletak di sebelah rumahnya. Juru kunci Merapi ini menolak ikut evakuasi dan memilih tirakatan di masjid.
Terbang dari Jakarta, Selasa siang tadi, 26 Oktober 2010, Wawan sedang bertugas meliput letusan Merapi. Dia berencana mewawancarai Mbah Maridjan.
Terakhir Wawan kontak dengan kantor redaksi VIVAnews.com melalui SMS pada pukul 17.49 WIB. Bunyinya, "Aku lagi di rumah Mbah Maridjan. Ini banyak tamu orang Satkorlak. Mbah Maridjan masih mau shalat."
Setelah itu dia menelepon bilang akan mewawancarai Mbah Maridjan seusai dia shalat. Diwanti-wanti supaya segera turun begitu sirene berbunyi, Wawan mengiyakan.
Wawan ke Merapi bersama kontributor VIVAnews di Yogyakarta, Daru Waskita. (kd)

 
Sejak Gunung Merapi mengeluarkan erupsi berbentuk wedhus gembel, desa-desa di kaki gunung itu mulai mengalami hujan kerikil dan abu. Warga panik dan langsung berlarian ke menjauhi gunung.

Kontributor VIVAnews Fajar Sodiq melaporkan dari Desa Kadipuro, Kecamatan Dukun, Magelang, warga mulai panik ketika kerikil sebesar beras turun pada pukul 18.30, Selasa 26 Oktober 2010. Kerikil-kerikil halus ini disertai abu.

Warga kemudian mengungsi ke Pos Pengungsian di Balai Desa Kadipuro. Namun sebagian warga lainnya berlarian terus menjauh meninggalkan kaki gunung.

Anak-anak kecil menangis. Sementara beberapa orang menggendong orang-orang lanjut usia.

Aparat Tentara Nasional Indonesia juga sudah mulai beraksi melakukan evakuasi. Sebuah truk dikerahkan membawa warga menjauh dari kaki gunung.

Menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono awan panas atau yang lebih dikenal warga sekitar sebagai wedhus gembel sudah terlihat dua kali.

"Pukul 17.02 dan 17.23 WIB," kata Surono saat dihubungi VIVAnews.com, Selasa 26 Oktober 2010.

Dengan adanya awan panas tersebut, kata dia, gunung Merapi sudah masuk fase erupsi
 
Selasa, 26 Oktober 2010, 10:00 WIB Elin Yunita Kristanti Foto Merapi tanggal 26 April 2006 (NASA) BERITA TERKAIT Gunung paling aktif di dunia, Merapi, saat ini sedang menggeliat. Masyarakat  cemas menunggu, apakah ia akan meletus dan mengirimkan malapetaka berikutnya. Apalagi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVG) telah meningkatkan status Merapi menjadi Awas, terhitung sejak Senin 25 Oktober 2010.

Sejarah mencatat, sejak tahun 1548, Merapi sudah meletus sebanyak 68 kali--dengan letusan-letusan kecil terjadi tiap  2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan dahsyat pernah terjadi antara lain tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930.

Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Di tahun 1930, letusan Merapi menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1.370 orang.

Letusan terakhir Merapi terjadi tahun 2006 lalu. Pada 4 Juni 2006, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status 'awas'.




Kemudian pada 8 Juni 2006, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengan menyemburkan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng panik dan melarikan diri ke tempat aman.

Fenomena letusan Merapi tak luput dari pantauan NASA. Badan Antariksa AS ini merekam kondisi Merapi melalui foto satelit. Foto pertama direkam alat Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) di satelit Terra milik NASA  pada 26 April 2006.



Foto itu menunjukkan awan panas muncul dari puncak Merapi, yang dikelilingi lava hitam dan puing-puing hasil erupsi sebelumnya. Lereng gunung tampak berwarna merah.

Foto kedua pada 6 Juni 2010 juga merupakan hasil bidikan ASTER. Warna merah dalam foto mengindikasikan vegetasi dan yang lebih cerah adalah tumbuhan. Awan digambarkan dengan warna terang atau putih buram. Sementara, awan vulkanis tampak berwarna kelabu suram yang bertiup ke arah barat daya.
 
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi meminta proses pengungsian warga di radius 10 kilometer dari puncak Merapi untuk dipercepat. Sebab Gunung Merapi sudah erupsi yang ditandai dengan keluarnya awan panas.
Daftar Wilayah Wajib Mengungsi Dekat Merapi
Kepala Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVG), Surono mengingatkan agar masyarakat menghentikan semua aktivitas di sekitar alur sungai dekat gunung Merapi.

Menurut Surono, masyarakat di sekitar alur sungai dekat gunung Merapi wajib mengikuti arahan dari Pemerintah Kabupaten setempat dalam upaya penyelamatan diri dari bahaya erupsi Gunung Merapi. "Untuk mengantisipasi kemungkinan meluasnya kawasan landaan awan panas, Pusat VulkanoJogi dan Mitigasi Bencana Geologi senantiasa berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat," ujar Surono dalam keterangannya, Selasa, 26 Oktober 2010.

Berikut ini rekomendasi Surono terkait sejumlah wilayah yang wajib mengungsi karena masuk daerah bencana, khususnya yang bermukim di sekitar alur sungai yang berhulu di Gunung Merapi; sektor Selatan-Tenggara dan Sektor Barat Barat Daya dalam jarak 10 kilometer dari puncak Merapi, meliputi Kali  Boyong, Kali Kuning, Kali Gendol dan Kali Woro, Kali Bebeng, Kali Krasak dan Kali Bedog.

Wilayah Kabupaten Sleman; penduduk wajib mengungsi yang bermukim di Desa Purwobinangun (Dusun Turgo. Dusun Kemir dan Dusun Ngepring), Desa Wonokerto (Dusun Tunggularum), Desa Girikerto (Dusun Ngandong. Dusun Tritis, dan Dusun Nganggring). Dasa Hargobinangun (Dusun Kaliurang Sarat, Dusun Boyong, Dusun Kaliurang Timur, dan Dusun Ngipiksari), Desa Umbulharjo (Dusun Kinahrejo, Dusun Pangukrejo, dan Dusun Gondang), Desa Kepuharjo (Dusun Kaliadem, Dusun Pelung, Dusun Jambu, dan Dusun Kopeng), Desa Glagaharjo (Dusun Kali Tengah Lor, Dusun Kali Tengah Kidul, Dusun Srunen, dan Dusun Singlar).

Wilayah Kabupaten Klaten; agar segera mengungsikan penduduk yang bermukim di Desa Balerante (Sumua Dusun), Desa Sidorejo (Semua Dusun). dan Desa Tegal Mulyo (Semua Dusun). Dan wilayah Kabupaten Magelang, agar segera mengungsikan penduduk yang bermukim di Desa Kemiren (Dusun Jamburejo dan Dusun Kemiren), Desa Kaliurang (Dusun Sumberejo, Dusun Kaliurang Utara, Dusun Kaliurang Selatan, dan Dusun Cepagan).

Ad.by:Anas Purwanto.[at.17.30.WIB].Sleman,YK.[26.10.2010].

RSS Feed

 
Mbah Maridjan bertahan di Masjid Kinahrejo, saat gunung meletus dan keluarkan awan panas.
Selasa, 26 Oktober 2010, 20:42 WIB Suwarjono Gunung Merapi meletus (ANTARA/Wahyu Putro A) BERITA TERKAIT Gunung Merapi meletus pukul 17.23 WIB. Seluruh penduduk telah diungsikan ke tempat yang aman. Namun, juru kunci Gunung Merapi Mbah Maridjan dikabarkan tidak turut turun saat evakuasi berlangsung. Ia kukuh memilih bertahan dan tirakatan di masjid dekat rumahnya di Kinahrejo, Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

"Mbah Maridjan diduga terjebak di Masjid Kinahrejo, yang terletak di samping rumahnya," kata Agus, asisten Mbah Maridjan, saat dihubungi VIVAnews.com pukul 20.30 WIB, Selasa, 26 Oktober 2010.

Diceritakan Agus, saat sirine berbunyi tanda gunung meletus, ia dan keluarga Mbah Mardijan dan beberapa orang yang terakhir bertahan di rumah juru kunci tersebut memutuskan turun dengan mengendarai dua mobil sampai ke tempat aman.

Sampai di tempat evakuasi, dua orang yakni Tutur dari PMI Bantul, Yogyakarta dan Yuniawan Nugroho (Wawan), wartawan VIVAnews.com, berinisiatif untuk menjemput paksa Mbah Maridjan yang masih berdoa di masjid.

"Mereka berdua naik mobil ke atas menjemput Mbah Maridjan. Namun, saat ini kami kehilangan kontak dengan mereka. Kami duga mereka terjebak, karena awan panas sudah sampai ke kediaman Mbah Maridjan," katanya. (kd)